Self-Reflection Chapter 10: Ketika Kita Mengetahui “Why”, Kita Akan Menemukan “How”
Self-Reflection Chapter 10: Ketika Kita Mengetahui “Why”, Kita Akan Menemukan “How”
Penulis: Dymasius Yusuf Sitepu
Kutipan dari Viktor Frankl
Viktor E. Frankl dalam bukunya *Man’s Search for Meaning* berkata: “He who knows the 'Why' for his existence is able to bear almost any 'How’.”Artinya, bila kita memiliki alasan mendalam (why) atas hidup kita — visi, makna, panggilan — maka kita akan mampu menghadapi berbagai “bagaimana” dalam hidup.
Memahami “Why” dan “How”
Seringkali kita terburu-buru mencari “how” — bagaimana mencapai, bagaimana sukses, bagaimana jalan pintas — tanpa pernah merumuskan “why” dulu. Namun menurut Frankl, justru mereka yang memahami alasan hidup mereka akan menemukan cara (how) meskipun jalan sulit. Ketika “why” itu kuat, kita lebih tahan terhadap rintangan, keragu-raguan, dan tekanan.
Refleksi Bagi Hidup Kita
Dalam kehidupan pribadi, pekerjaan, atau panggilan kita—jika kita tahu “why” kita, maka kegagalan atau hambatan bukan sekadar rintangan besar, melainkan bagian dari proses menuju pemaknaan. Kita menjadi orang yang tak mudah patah semangat, karena kita punya jangkar dalam bentuk nilai dan tujuan.
Contoh Praktis
Sebagai contoh: jika “why” Anda adalah membawa perubahan pendidikan bagi generasi muda, maka ketika menghadapi kegagalan atau penolakan, Anda tidak berhenti pada masalah itu, melainkan terus mencari cara: lewat tulisan, mentoring, platform digital, kolaborasi. “How” akan muncul dari dalam ketika “why” Anda kokoh.
Penutup — Kutipan dari Simon Sinek
Simon Sinek mengingatkan: “People don’t buy what you do; they buy why you do it. And what you do simply proves what you believe.” Dengan memulai dari *why*, setiap langkah kita menjadi ekspresi dari keyakinan, bukan hanya sekadar tindakan mekanis.
Kesimpulan
Ketika kita memahami “why” kita—apa yang benar-benar bermakna—maka segala “how” akan lebih mudah dihadapi. Jalan, strategi, metode akan muncul menurut kebutuhan. Tetapi tanpa *why*, kita akan mudah tersesat, kehilangan semangat, atau tergoda jalan pintas. Jadikan *why* sebagai fondasi yang kokoh — karena dari sanalah segala “how” terbaik akan tumbuh.

Comments
Post a Comment